Persoalan privasi dan data pengguna sedang menghantam beberapa perusahaan teknologi, mulai dari vendor Smartphone seperti OnePlus hingga Twitter, Facebook dan Google yang disebut-sebut menjual data pribadi milik usernya.
Baru-baru ini sekelompok aktivis di Kanada dan Amerika Serikat meminta Google dan Facebook untuk lebih transparan soal laporan rutin mengenai kebijakan dalam mengelola data pengguna mereka.
Mereka tidak percaya perusahaan sebesar Google dan Facebook akan menjaga privasi pengguna dengan baik, bahkan beberapa pihak sempat menyebutkan soal pencurian dan penyalahgunaan data.
Tapi, benarkah demikian? Jika memang iya, untuk apa dua perusahaan raksasa itu mencuri data?
Mayoritas dari pengguna ketika mendaftarkan diri untuk sebuah akun entah Facebook, Twitter, Instagram, Google, Yahoo dan lainnya, malas membaca syarat pemakaian, kebijakan layanan, dan ketentuan berlaku.
Hasilnya seakan-akan pengguna ‘terpaksa’ mencentang dan setuju dengan apapun yang dicantumkan dalam Terms of Service (ToS) mereka, ya mau bagaimana lagi, karena dengan tidak menyetujui pun tidak akan diperbolehkan menikmati layanannya.
Pengguna hanya mengisi kolom data yang disediakan dan wajib diisi, centang yang diperlukan kemudian dialihkan ke isian formulir lebih detail dan akun pun telah selesai dibuat, padahal disinilah persoalan dimulai.
Persoalan Privasi
Data yang diambil ketika mendaftar akun, riwayat interaksi, kata kunci pencarian, tempat atau lokasi kunjungan saat GPS aktif, sampai pada dengan siapa kita lakukan komunikasi semuanya tercatat dan direkam, lalu disimpan dalam basis data (Database) perusahaan Google. |
Sasaran Target Iklan
Dengan menerapkan hal ini, Google sudah meraup 20,5 miliar US Dollar hanya dari iklan di kuartal pertama 2017, naik sekitar 4 miliar dolar bila dibandingkan penghasilan iklan pada tahun 2016 secara keseluruhan. Alphabet Inc, perusahaan yang terikat dengan Google itu ikut berperan penting atas pendapatan miliaran dolar tersebut.
Kalau Google punya AdWords, maka Facebook ada FB Ads. Mereka juga lakukan penyesuaian algoritma, lalu berikan pada pengiklan yang membayar supaya produk yang diiklankan terjangkau dan tertarget. |
Namun dalam bentuk iklan spanduk tradisional, publisher cuma memasang iklan di kolom asal-asalan yang tersedia, jadi bisa dijangkau siapapun tanpa memandang minat, jenis kelamin, halaman yang disukai, pandangan politik, tanpa tertarget dan impresinya juga kecil.
Kalau perusahaan besar yang disebutkan tadi, mereka pasang iklan di situs atau melalui mitra publisher, semua berdasarkan data pengguna kemudian dilakukan penyesuaian algoritma demi menarik perhatian pengiklan dengan iming-iming penargetan yang efektif.
Kesimpulan
Di dunia maya belum atau tak akan pernah ada solusi yang dapat diandalkan, dalam artian sulit mencegah penyebaran, penjualan sampai pencurian data pribadi pengguna.
Sebab Anda yang melakukan pendaftaran dan setuju pada kebijakan serta ketentuan layanan, mau tidak mau berharap yang terbaik dan bersiap untuk yang terburuk.
Dengan mencentang dan menyetujui Persyaratan Layanan ketika mendaftar sebuah akun baik Google, Twitter, Instagram, LinkedIn dan Facebook, Anda sebenarnya juga setuju dihadapkan pada persoalan privasi serta data yang akan dipakai mereka demi kepentingan perusahaan, namun kebiasaan buruk yang malas memahami Terms of Service sewaktu-waktu kerap jadi backfire.
Bertindak hati-hatilah, tidak disarankan mencantumkan data asli Anda dengan sembarangan di internet apapun alasannya, karena itu bersifat sensitif.
Rutin bersihkan riwayat penelusuran dalam browser, hapus cache dan cookies minimal seminggu sekali ‘bersih-bersih’, demikian ringkasan soal dugaan Facebook dan Google yang menjual data pengguna.