“Selamat Tinggal, Google Plus!” kalimat yang paling sering muncul di forum Blogger belakangan ini. Sebab, platform media sosial buatan Google yang awalnya dibuat untuk memupuskan dominasi Facebook itu bakalan resmi tutup layanan mulai April 2019.
Tidak jarang juga yang penasaran, ada apa dengan Google Plus? Secara medsos ini bentukan Google, raksasa teknologi paling berkuasa di jagat maya, punya mesin pencari utama dunia yang digunakan oleh hampir setiap pengguna internet, mengelola sistem operasi nomor satu dunia bernama Android, tapi kenapa media sosialnya begitu melempem sampai diputuskan ditutup saja lah.
Awal mula kasus ini terjadi tepat setahun lalu, Maret 2018 saat media internasional dari berbagai belahan dunia mengecam Google atas kebocoran data pengguna Google Plus. Setidaknya ada 459 aplikasi pihak ketiga yang dapat mengakses data pribadi pengguna meraup identitas berupa Username, alamat email, jenis kelamin, usia dan pekerjaan.
Walau demikian, kita tak dapat menampik bahwa kasus serupa juga pernah terjadi pada Twitter dan Facebook. Kasus Facebook terbesar melibatkan Cambridge Analytica, levelnya sudah sampai mempengaruhi hasil pemilihan presiden Amerika Serikat. Ini kasusnya juga begitu parah sampai ada aksi boikot, namun perusahaan yang didirikan Mark Zulkarnaen itu mampu bertahan dan memperbaiki seluruh celah hingga merevisi segala kebijakan yang berkaitan dengan aplikasi pihak ketiga.
Tapi kenapa Google Plus sampai baper? Hal krusialnya yakni jumlah pengguna Google Plus yang terbilang sangat minim. Walau Google sebagai pemilik dan pengelola Android OS, namun Google Plus tak bisa dijadikan aplikasi bundling untuk media sosial. Mayoritas vendor Smartphone Android lebih memilih Facebook, Instagram kemudian Twitter. Terlepas dari blogger , YouTuber dan akun bisnis, jarang masyarakat awam memakai Google Plus.
Dahulu kala Google Plus disebut-sebut sebagai salah satu andalan Bloger dan YouTuber sebab klik yang berasal dari media sosial Google Plus maka channel atau blognya bakal diprioritaskan oleh Google, walau itu cuma mitos belaka. Karena Google tak pernah berikan pernyataan resmi terkait hal tersebut.
Mitos mulai mereda, ekosistem G+ perlahan tumbang. Google Plus tak kunjung dapat jumlah pengguna yang masif setidaknya berada dekat di bawah media sosial populer lain. Sayangnya, bukan malah mendekati justru menjauh dalam urutan angka.
Facebook sampai sekarang masih berkuasa dengan total 2,2 miliar pengguna, Instagram di bawahnya dengan 1 miliar, kemudian Twitter di posisi ke-11 dengan 337 juta, Pinterest urutan ke-18 bersama 250 juta pengguna, hingga akhirnya Google Plus harus rela tersingkir dari peringkat 20 besar.
Angka tersebut dirilis oleh lembaga Statista sebagaimana survey, Google Plus cuma digunakan oleh 12% respondennya, sementara 50% responden mengaku tak pernah merasakan Google Plus. Survey bahkan dilakukan di Amerika Serikat, negara dimana Google Plus dilahirkan.
Dua faktor penyebab, data pengguna bocor dan jumlah pengguna tak sesuai ekspektasi jadi alasan terbesar yang mempengaruhi keputusan Google buat menutup Google Plus. Ya, dua hal yang juga jadi ekspos besar-besaran media massa.
Namun ya itulah bisnis ranah digital. Jika ada produk dinilai jauh daripada ekspektasi dan target awal kebanyakan memilih tutup ketimbang harus terbebani modal serta sumber pendanaan lainnya. Soal rumor Google akan bikin produk media sosial pengganti Google Plus, itu urusan lain.
Imbas buat blogger yang biasanya andalkan Google Plus buat bagikan postingan. Memanfaatkan Google Plus sebagai media komentar pembaca, tombol berbagi (share), lalu menjadikan akun G+ menampilkan profil admin Blogger, tampaknya sudah harus berbenah.