Membongkar Penyebab Runtuhnya Asus di Pasar Ponsel Indonesia

Membongkar Penyebab Runtuhnya Asus – Sebagaimana yang telah mereka lakukan sebelumnya, International Data Corporation (IDC) kuartal akhir tahun lalu merilis sebuah data mengenai market share pasar ponsel di Indonesia.

Ada yang membuat saya pribadi merasa prihatin atas terlemparnya beberapa nama besar yang sebelumnya menguasai posisi tiga besar, salah satunya adalah Asus.

Data ini bukan hanya mengejutkan pengguna tapi juga sejumlah pengamat, Asus tidak sendirian, dia ditemani oleh Smartfren Andromax, Huawei dan Lenovo.

Tidak tahu posisi pasti pabrikan asal Taiwan ini, karena Asus hanya dikategorikan sebagai ‘Others‘ oleh IDC, dalam artian, market share Asus Indonesia anjlok hingga dibawah enam persen.

Samsung MASIH menjadi penguasa di posisi satu dengan 30% market share, diikuti Oppo 25,5%, Advan 8,3%, Vivo 7,5%, lalu ada Xiaomi 6,2%, sedangkan merek selain itu digolongkan sebagai ‘Others’. 

Kenapa Asus bisa tergelincir dari lima besar?

Faktanya berdasarkan IDC yang diambil Maret 2016 dan kuartal akhir 2015, Asus berada di posisi kedua dengan nilai market share 20,5%, menggungguli Oppo yang berada dibawahnya dengan angka 17,8%.

Jangan dilupakan juga bahwa pertumbuhan market share Asus pada medio 2014-2015 jadi yang paling signifikan dengan nilai 130,2%.

Dugaan dua faktor External dan Internal mungkin bisa dijadikan alasan runtuhnya digdaya Asus.

External Factor 

Kedigdayaan nama besar seperti Samsung memang masih jadi penguasa pasar Smartphone di Indonesia.

Menariknya dengan kehadiran beberapa merek asal Tiongkok benar-benar merombak posisi ‘klasemen’ market share ponsel di Indonesia, sudah tahu betul bagaimana agresifnya pemasaran dua perusahaan Oppo dan Vivo di lapangan.

Strategi marketing Oppo – Vivo yang bisa dibilang jadul dengan mengaplikasikan apa yang diterapkan Samsung saat datang ke Indonesia dulu.

Metode ini mungkin dianggap berhasil, sebab mereka terus mempertahankannya sampai sekarang. Mengandalkan sales, sebar brosur, sampai menyuruh badutnya joget di pinggir jalan.

Masih ingat ketika Vivo melakukan perilisan ponsel V7+, pertama kali dalam sejarah acara launching HP disiarkan secara langsung di beberapa stasiun televisi nasional, dan mereka bangga akan hal itu.

Meskipun HP yang diperkenalkan secara spesifikasi dibawah standar harga yang dibanderol.

Tidak dipungkiri juga ejekan dan cibiran yang datang bertubi-tubi tak serta membuat kedua merek ini tumbang, faktanya mereka berhasil merangsek ke papan atas klasemen market share menemani Samsung.

Advan secara mengejutkan mampu mengalahkan Vivo, inovasi baru yang dicetuskan oleh mereka dianggap sebagai faktornya mulai dari hadirnya IDOS, Security XLocker, sampai Proteksi Privasi, terlebih embel-embel ‘merek lokal’ masih ada dalam diri Advan.

Sedangkan Xiaomi yang kali ini masuk posisi lima besar mulai menekuni pasar offline, mulai 2018 mereka menargetkan 90 Mi Authorized Service Center dan 30 Mi Store baru di seluruh wilayah Indonesia, ini dianggap jadi keseriusan merek asal Beijing itu.

Internal Factor

Menurut Calvin dari VentureBeat, faktor internal yang jadi alasan kenapa Asus mulai tenggelam di Indonesia, bahkan mungkin seluruh dunia, disebabkan penamaan pada merek ponsel yang dirilis.

Pertengahan 2017 silam, mereka merilis Asus Zenfone 4 Max Pro, padahal seri Zenfone 4 sebelumnya sudah lebih dulu diluncurkan pada awal 2014, kemudian Asus kembalikan penamaan dengan menghadirkan Zenfone 2 di April 2015, dari 4 ke 2 dianggap sebagai kemunduran strategi.

Nah sejak Zenfone 2 (2015), Asus mulai menyadari betapa absurdnya penamaan yang mereka lakukan sebelumnya, lalu dirilislah secara berurutan yakni Zenfone 3 (2016) dan Zenfone 4 series (2017).

Ironisnya, menjelang perilisan Zenfone 3 series, Asus harus rela akan runtuhnya market share mereka.

Ada poin saat dimana nilai market share Asus tenggelam yakni saat game Pokemon Go! dirilis dan sedang populer, konsumsi atau pembelian perangkat baru melonjak, namun tidak dengan merek Asus.

Saat itu, Asus masih mempercayai Intel sebagai chipset di HP mereka, blunder fatal terjadi, ternyata chip tidak mendukung beberapa game populer termasuk Pokemon Go! smartphone dengan prosesor Intel pun jadi bahan cibiran Warganet.

Meskipun keriuhan Pokemon Go telah usai, Asus masih butuh waktu buat kembalikan kepercayaan konsumen, lalu dirilislah Zenfone 3 series dengan semua cecunguknya dari yang harganya terbilang terjangkau (entry-level) sampai yang flagship.

Buat kembalikan masa jaya, butuh waktu yang lama, ini terjadi pada siapapun termasuk Nokia sekalipun. Asus memerlukan perombakan strategi pemasaran, kalau meniru apa yang dilakukan Oppo dan Vivo dianggap akan menurunkan reputasi Asus yang disegani oleh pengguna laptop / komputer.

Masih menantikan pergerakan Asus di masa mendatang, salah sedikit saja bisa membuat pabrikan asal Taiwan ini ikut Nubia untuk hengkang dari Indonesia seperti yang telah terjadi pada Sony, HTC dan OnePlus.

Leave a Comment