Xiaomi sangat gencar menggembar-gemborkan data rilisan Canalys dan Counterpoint, sementara Samsung punya datanya sendiri yang beranggapan bahwa mereka masih nomor satu di India.
Tidak sampai disitu, akhir 2017 silam Xiaomi juga mengklaim menempati nomor tiga dalam penjualan ponsel di Indonesia menurut data GFK, namun kabar itu langsung gencar dibantah oleh Advan yang lewat akun Twitter resmi memposting beberapa berita mereka lah Top 3 Best Selling Smartphone di tanah air versi IDC.
Bagi sebagian orang mungkin kabar ini biasa saja, tapi hasil data tersebut cukup menghebohkan media dan tentunya sangat penting untuk perusahaan dalam menjalankan strategi marketingnya di masa mendatang, khususnya di negara dengan jumlah penduduk paling banyak kedua di dunia seperti India.
Sebagai buktinya untuk market share di India, Samsung menggunakan data penjualan GFK sedangkan Xiaomi pakai Canalys dan Counterpoint, sementara di Indonesia, Xiaomi pakai data GFK dan saingannya yakni Advan memakai statistik dari IDC.
Di sisi lain hasil data Counterpoint hanya beda tipis dengan Canalys, menurut CP, Xiaomi unggul di angka 27% dan Samsung cuma dapat 25%.
Dilansir dari Android Authority, Samsung membantah mereka telah ditaklukkan Xiaomi, padahal dua lembaga tukang riset itu terpercaya selama bertahun-tahun.
Petinggi Samsung menggunakan data dari GFK yang disebut paling efektif karena melacak total penjualan smartphone secara detil sampai ke tangan konsumen.
Menurut GFK, Samsung berada di posisi pertama market share ponsel India nilainya 42% pada kuartal ke-4 2017, petinggi pabrikan asal Korea Selatan itu juga mengatakan pihaknya masih punya predikat ‘Most Trusted Brand‘ / produk paling terpercaya di India.
Terus siapa yang datanya paling bisa dipercaya dan akurat? Canalys dan Counterpoint mengatakan Xiaomi unggul, sedangkan GFK sebaliknya yakni memenangkan Samsung. Sulit memang, sebab kedua perusahaan smartphone ini saja enggan transparan soal data penjualannya sendiri.
Namun apabila dilihat dari sisi siapa yang paling banyak dipakai, maka Samsung pemenangnya, mereka yang notabene sudah memasukki pasar India jauh sebelum Xiaomi datang tiga tahun silam.
Saya sendiri lebih condong ke data milik dua lembaga riset Canalys dan Counter Point, ini masih ada kaitannya dengan hasil market share kuartal keempat 2017 kemarin.
Baca juga: Membongkar Penyebab Runtuhnya Asus di Indonesia
Redmi Membahana
Seri Redmi milik Xiaomi harus diakui memang unggul dari ponsel merek vendor lain yang setara di kelasnya, apalagi dalam hal entry-level phone.
Belum lagi soal
Xiaomi Redmi 5A, sebagai gambaran betapa fenomenalnya smartphone ini di Indonesia hingga stoknya sangat langka, dijual jauh diatas harga asli tetap laku, nah di India, mereka bekerja sama dengan Amazon dan Flipkart ketika menggelar flash sale ponsel yang baru dirilis tersebut.
Antusiasme pecinta gawai Xiaomi di India tak kalah fanatik dengan Indonesia, seri Redmi Note 4 tahun lalu ketika dirilis disana situasinya mirip dengan Redmi 5A di Indonesia.
Strategi Penjualan
Meski sering disebut langka dan kurang siap di Indonesia, nyatanya ketersediaan HP Xiaomi lebih baik dan makin gampang ditemui di India.
Hal ini tidak lepas dari strategi penjualan yang sedikit ada peningkatan dengan kerjasama distribusi yang baik di India hingga ketersediaan stok selalu mencukupi.
Terjangkau Harganya
Mungkin faktor harga jadi pertimbangan utama bagi mayoritas pengguna ponsel Xiaomi, mereka bahkan kerap dijuluki ‘perusak pasar yang baik bagi konsumen’.
Sebagai contoh smartphone Xiaomi Mi A1, dibanderol Rs 13000 di India, dan tidak ada HP dengan chipset Snapdragon 625 di harga yang setara, lagi-lagi pabrikan asal Beijing ini nyaman dalam hal penjualan ponsel mid-range tersebut dibanding pesaingnya seperti
Moto G5S Plus.
Samsung Main di Zona Aman
Tidak ada salahnya untuk membiarkan Samsung bangga akan ponsel Galaxy Note8 dan S8 series yang disebut sebagai smartphone terbaik.
Namun pastinya dua ponsel kategori flagship itu tidak berikan kontribusi banyak dalam hal market share dan penjualan.
Rasio perbandingan pengguna HP flagship dengan kelas bawahnya cukup signifikan, mesti diakui bahwa tipe konsumen India itu tidak jauh beda dengan Indonesia, Samsung jelas kalah telak dari Xiaomi dalam hal penjualan ponsel mid-range apalagi entry-level / budget phone.
Bagaimana dengan Indonesia?
Boleh dibilang strategi Xiaomi di India dan Indonesia itu serupa, hanya saja yang membedakan itu ‘alatnya’.
Kalau di India mereka pakai Flipkart, sedangkan di Indonesia menggunakan Lazada. Target marketnya juga mirip, ya mungkin karena konsumen kedua negara ini hampir sama yakni tertarik dengan budget phone berspesifikasi ‘oke’.
Seperti yang telah mereka akui, bahwa Xiaomi mulai serius demi menguasai pangsa pasar ponsel Indonesia. Ini terbukti dengan rencana pendirian 90 Mi Authorized Service Center dan 32 Mi Store baru di berbagai wilayah.
Mereka mulai sadar akan pentingnya menarik kepercayaan konsumen, pemasaran secara offline pun sekarang sudah sering dilakukan.
Walaupun saat ini mereka sudah punya Mi Fans yang terbukti loyalitas dan fanatismenya, namun itu dianggap belum cukup, Xiaomi siap perbaiki jaringan distribusi penjualan.
Sementara itu Samsung Fanboy, awal tahun dihadapkan dengan dua kabar perilisan ponsel yang bisa dibilang jauh dari sebutan budget-phone yakni Galaxy A8 dan A8 Plus dengan banderol paling murah enam jutaan.
Melihat gerak-gerik Samsung, taktik Xiaomi yang bermain di jalur berbeda yakni mid-range smartphone dengan harga 1,9 jutaan yaitu Redmi Note 5A Prime.
Dengan dana tidak lebih dari dua juta, Samsung cuma ngasih ponsel dibawah spesifikasi Redmi 5A yang harganya 999 ribu, yaitu Galaxy J2 Pro punya RAM 1,5 GB.
Xiaomi telah memahami situasi konsumen Indonesia,mereka sadar diri untuk tidak ceroboh dengan memaksakan rilis flagship yang belum tentu dilirik oleh masyarakat tanah air.
Strategi yang jeli dilakukan oleh Xiaomi ini hasilnya mungkin cukup memuaskan, sebab di kuartal akhir 2017, mereka berhasil masuk posisi lima besar market share dengan nilai enam 6% versi IDC.
Tentunya angka enam persen itu masih jauh dibawah Samsung yang kedigdayaan merajai pasar ponsel tanah air belum tergoyahkan di angka market share sebesar 31%.
**
Maka prediksi untuk tahun 2018, Samsung masih jadi raja, namun kemungkinan besar Xiaomi menggeser posisi Advan, Vivo dan Oppo untuk menempel pabrikan asal Korea Selatan di posisi kedua, ada peluangnya.
Menarik menantikan bagaimana kondisi pangsa pasar smartphone di Indonesia tahun 2018 ini, apakah bakal tetap mengungguli Samsung atau ada kejutan lain. Namun yang pasti, beberapa poin diatas mengenai Persaingan Sengit Samsung vs Xiaomi yang saling klaim di India sudah dibeberkan, dan Mi Fans boleh selebrasi.